Beranda | Artikel
Mendeteksi Kesucian Hati
Kamis, 14 Desember 2023

Bismillah.

Di antara perkara yang wajib diperhatikan oleh setiap muslim di sepanjang waktu adalah kebersihan hatinya dari segala kotoran yang merusak kesehatan dan melemahkan kekuatannya. Sesungguhnya hati menjadi poros kesehatan dan kebaikan seorang hamba.

Tanda bersihnya hati

Di dalam Al-Qur’an, Allah menceritakan tentang keadaan hati orang kafir, keadaan hati orang munafik, dan keadaan hati orang beriman. Allah juga menggambarkan bahwa hati manusia ibarat tanah yang ada di atas muka bumi ketika terkena siraman air hujan. Apabila tanah itu baik dan subur, maka ia akan menumbuhkan berbagai jenis tanaman dan buah-buahan. Dari sanalah penting kiranya bagi kita untuk selalu membersihkan hati dengan tobat dan istigfar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia terbaik di atas muka bumi ini, (dengan segala keutamaan dan kemuliaan yang ada padanya) adalah orang yang paling banyak beristigfar kepada Allah setiap harinya. Hal itu mencerminkan bahwa bersihnya hati dari noda dosa dan maksiat adalah kebutuhan harian setiap manusia. Karena manusia ini sarat dengan salah dan dosa. Siapakah di antara kita yang merasa hatinya telah bersih dari segala dampak dan kotoran dosa?

Para ulama telah menjelaskan bahwa di antara tanda bersihnya hati adalah kenikmatan yang dirasakan oleh seorang muslim tatkala membaca dan merenungkan ayat-ayat Allah. Sebagaimana nasihat dari Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu, “Seandainya hati kalian bersih, niscaya ia tidak pernah merasa kenyang/cukup dari menikmati kalam Allah ‘Azza Wajalla.” (disebutkan oleh Imam Ahmad dalam Fadha’il Ash-Shahabah)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hati yang bersih itu memiliki kesempurnaan hidup dan cahaya serta mampu terlepas dari kotoran-kotoran dosa. Oleh sebab itu, ia tidak pernah merasa kenyang terhadap Al-Qur’an. Ia tidak mengambil asupan, kecuali dengan hakikat-hakikat kebenaran dari Al-Qur’an. Ia tidak berobat, kecuali dengan obat-obat yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an. Hal ini berbeda dengan kondisi hati yang tidak disucikan oleh Allah. Ia hanya akan mengambil asupan yang sesuai dengan seleranya (yang rendah) dan ini berbanding lurus dengan najis/kotoran hati yang bersemayam di dalamnya. Sesungguhnya hati yang najis/penuh dengan kotoran dosa seperti badan yang sakit, sehingga tidak cocok baginya makanan-makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang yang dalam keadaan sehat. (lihat Ighatsatul Lahfan)

Syekh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak hafizhahullah menjelaskan bahwa kebersihan hati itu akan bisa diperoleh dengan melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah, melaksanakan berbagai jenis ketaatan, baik amal yang wajib maupun amal-amal yang mustahab (sunah). Hendaknya anda meminta kepada Allah kebaikan hati anda. Misalnya, anda berdoa ‘Allahumma thahhir qalbi’ yang artinya ‘Ya Allah, bersihkanlah hatiku’ atau ‘Ya Allah, perbaikilah hatiku.’ Mintalah hidayah kepada Rabbmu, sebagaimana doa yang selalu kita baca setiap hari ‘Ihdinash shirathal mustaqim’ yang artinya ‘Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus.’ Akan tetapi, seringkali orang membaca tanpa menghadirkan kandungan maknanya dan keagungan isinya. Sungguh ini adalah doa yang sangat agung. Doa untuk meminta petunjuk jalan yang lurus. Yaitu, ajaran Islam yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. (lihat Fatawa Ad-Durus oleh Syekh Al-Barrak diambil dari situs resmi beliau)

Baca juga: Al-Qur’an adalah Sumber Ketenangan Hati

Pentingnya menjaga kebersihan hati

Membersihkan hati dari segala hal yang merusak tauhid dan keikhlasan merupakan kunci kebahagiaan. Karena di akhirat, yang bermanfaat bagi seorang hamba adalah hati yang bersih dari syirik dan kemunafikan. Allah berfirman,

یَوۡمَ لَا یَنفَعُ مَالࣱ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبࣲ سَلِیمࣲ

“Pada hari itu (kiamat) tidaklah bermanfaat harta dan keturunan, kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89)

Orang-orang munafik, walaupun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, maka mereka ditetapkan hukuman kekal di akhirat, di lapisan paling dasar dari api neraka, tidak lain karena kotornya hati mereka dengan kedustaan dan kemunafikan. Di dalam Al-Qur’an, Allah pun bersaksi bahwa orang-orang munafik adalah pendusta. Mereka mengaku dengan lisannya bahwa mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal sejatinya mereka bukan termasuk golongan kaum beriman.

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu semata-mata dengan berangan-angan atau menghiasi penampilan. Akan tetapi, iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal perbuatan.” Beliau juga mengatakan, “Seorang mukmin memadukan dalam dirinya antara berbuat baik dan merasa khawatir, sedangkan orang munafik atau fajir memadukan dalam dirinya perbuatan buruk dan merasa aman (tidak bermasalah).”

Sebagian ulama terdahulu mengatakan, “Tidaklah aku berjuang menundukkan diriku dengan sebuah perjuangan yang lebih berat daripada perjuangan untuk menuju ikhlas.” Sebagian mereka juga mengatakan, “Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada niatku, karena ia selalu berbolak-balik.”

Memelihara amalan hati termasuk sebab utama untuk istikamah dalam beragama. Tidakkah kita melihat ketegaran sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ’anhu? Para ulama mengatakan, “Tidaklah Abu Bakar mengalahkan para sahabat yang lain dengan banyaknya salat atau puasa. Akan tetapi, dengan sesuatu yang ada di dalam hatinya, yaitu keikhlasan dan nasihat bagi segenap manusia.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hidupnya hati adalah dengan amal, iradah (kehendak), dan himmah (cita-cita). Apabila manusia menyaksikan pada diri seseorang tampak perkara-perkara ini, mereka pun mengatakan, ‘Dia adalah orang yang hatinya hidup.’ Sementara hidupnya hati adalah dengan terus-menerus berzikir dan meninggalkan dosa-dosa.” (lihat Al-Majmu’ Al-Qayyim, 1: 118)

Tanda hati yang hidup adalah khusyuk ketika berzikir kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمۡ یَأۡنِ لِلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَن تَخۡشَعَ قُلُوبُهُمۡ لِذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَلَا یَكُونُوا۟ كَٱلَّذِینَ أُوتُوا۟ ٱلۡكِتَـٰبَ مِن قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡهِمُ ٱلۡأَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوبُهُمۡۖ وَكَثِیرࣱ مِّنۡهُمۡ فَـٰسِقُونَ

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyuk hati mereka karena mengingat Allah dan menerima kebenaran yang diturunkan? Janganlah mereka itu seperti orang-orang yang telah diberikan Al-Kitab sebelumnya! Berlalu masa yang panjang sehingga keraslah hati mereka. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16) (lihat Mausu’ah Fiqh Al-Qulub, hal. 1298)

Demikian sedikit kumpulan tulisan dan faedah. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Obat bagi Hati yang Gelisah

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.


Artikel asli: https://muslim.or.id/90175-mendeteksi-kesucian-hati.html